Skip to main content

JAKARTA, KOMPAS.com – Mendengar nama Boven Digoel, Papua, mungkin akan membuat sebagian orang teringat sejarah Wakil Presiden Pertama Indonesia, Bung Hatta, yang diasingkan.

Ya, Boven Digoel memang dulunya dikenal sebagai tempat pengasingan, tetapi film yang disutradarai FX Purnomo ini bukan berbicara tentang hal itu.

Berlatar tahun 1990, film Boven Digoel mengisahkan seorang putra asli Papua, John Manangsang ( Joshua Matulessy) yang kembali ke tanah kelahirannya untuk mengabdikan diri sebagai dokter di sebuah puskesmas Tanah Merah.

Sehari-hari John mengunjungi desa-desa terpencil di wilayah itu untuk memberi pelayanan kesehatan.

Kondisi geografis Boven Digoel membuat kegiatan itu bukan hal yang mudah dilakukan. Untuk menjangkau tiap desa, John harus menumpang perahu atau berjalan kaki.

Sampai suatu ketika ia dihadapkan pada persoalan yang lebih pelik daripada menyusuri sungai dan hutan berhari-hari untuk sampai ke sebuah desa.

John bersama perawat lain harus melakukan operasi caesar terhadap ibu Agustina karena posisi bayinya tak normal.

Masalahnya, alat-alat operasi belum disterilkan karena listrik di puskesmas baru menyala pada malam hari.

Ditambah lagi persediaan kain kasa habis, lalu cairan obat bius yang harus diambil di rumah John yang berjarak satu kilometer.

Puncaknya, setelah semua itu tertangani, John kemudian menyadari bahwa ternyata tak ada pisau bedah.

Padahal Ibu Agustina harus segera dioperasi. Jika tidak, akan membahayakan nyawanya dan bayinya. John pun mengambil langkah nekat.

Bermodal sebuah silet seharga Rp 100 yang dibeli oleh mantri puskesmas, ia menantang maut di ruang operasi.

Sutradara FX Purnomo dan penulis skenario Jujur Prananto mengolah sepenggal kisah yang diambil dari buku berjudul “Papua: Sebuah Fakta dan Tragedi Anak Bangsa” dengan apik.

Mereka berhasil menghadirkan sebuah ironi tentang fasilitas kesehatan di pedalaman Papua tanpa bertele-tele.

Bagaimana di sebuah wilayah Boven Digoel yang luas dengan ratusan penduduk, hanya memiliki ada satu puskesmas dan satu dokter.

Lalu, sterilisasi alat-alat operasi terpaksa dilakukan dengan cara direbus karena keterbatasan listrik.

Terlepas dari itu, pemandangan bumi Cendrawasih yang eksotis ditampilkan dengan baik oleh sinematografer Yudi Datau.

Selain rapper Joshua Matulessy yang dikenal dengan nama JFlow, film ini juga menghadirkan penyanyi Edo Kondologit, aktris senior Christine Hakim, Finalis Putri Indonesia 2014 Maria Fransisca, dan Runner Up Miss Indonesia 2014 Ellen Aragay.

Film produksi Foromoko Matoa Indah Film ini tayang perdana di bioskop Tanah Air pada 9 Februari 2017 mendatang.

 

PenulisAndi Muttya Keteng Pangerang
EditorKistyarini

Leave a Reply