Kps:08-06-04
KALAU di wilayah bagian utara Provinsi Papua kelapa sawit mendominasi wilayah Kabupaten Keerom, Jayapura, dan Manokwari, maka di wilayah selatan kelapa sawit hanya terpusat di Boven Digoel. Di daerah ini telah dibudidayakan sekitar 15.000 hektar tanaman kelapa sawit oleh PT Korindo Group, perusahaan patungan antara Korea dan Indonesia.
Seorang pejabat dari Kabupaten Keerom, Yoseph Atuk, hari Sabtu (15/5) di Jayapura, mengatakan, perkebunan sawit di Boven Digoel dikerjakan oleh PT Korindo Group berawal dari usaha penebangan hutan, pengambilan kayu (hasil hutan) oleh perusahaan tersebut. Baru kemudian perusahaan tersebut mengembangkan usaha dengan melakukan penanaman pohon kelapa sawit. Sekitar 15.000 hektar tanaman kelapa sawit dikembangkan di daerah ini terutama di Asiki, Distrik Jair, dan sebagian sudah dipanen.
“Perusahaan ini masuk dengan bendera HPH (hak pengusahaan hutan). Hutan produktif ditebang kemudian lahan itu ditanami dengan kelapa sawit. Kini, kebun kelapa sawit telah tumbuh dan berproduksi. Di daerah itu terdapat pengolahan minyak mentah sawit,” katanya.
Terdapat pula pabrik pengolahan kayu log di daerah itu yang juga milik PT Korindo. Bahkan, sejumlah kayu olahan yang diekspor dari daerah itu merupakan hasil olahan PT Korindo Group.
Paling tidak, kehadiran PT Korindo ke Boven Digoel telah membawa perubahan kemajuan bagi masyarakat di daerah itu. Jalan tanah sepanjang sekitar 250 km telah menghubungkan Merauke dengan Tanah Merah, ibu kota Boven Digoel. Jalan logging ini telah membantu masyarakat dan pemerintah kabupaten (pemkab) setempat untuk akses ke Merauke.
Di Asiki terdapat pabrik pengolahan minyak sawit, minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) untuk diproses di luar Papua. Sekitar 12.000 penduduk setempat dipercaya merawat lahan tersebut. Produksi sawit rata-rata 150.000 ton per tahun tandan buah segar.
Untuk mengelola usaha perkebunan tersebut, PT Korindo mempekerjakan sekitar 5.000 orang terdiri dari warga dari luar dan penduduk asli. Ke depan, tenaga kerja yang akan dipercaya mengelola usaha tersebut direkrut dari penduduk setempat.
PT Korindo pun kini sedang mengembangkan tanaman pinus pada areal sekitar 100.000 hektar. Pohon pinus ini sangat penting sebagai bahan baku pabrik kertas. Indonesia timur saat ini sangat memerlukan adanya pabrik kertas supaya nantinya tidak lagi mendatangkan kertas dari Pulau Jawa dengan ongkos angkut yang mahal.
Potensi hasil hutan di daerah ini sangat tinggi. PT Korindo telah beroperasi di daerah ini sekitar 12 tahun. Selain melakukan penebangan kayu, juga memiliki pabrik pulp, sawmill (penggergajian) yang hasilnya diekspor ke luar negeri.
DI balik usaha HPH tersebut terdapat sejumlah persoalan yang mengundang ketidakpuasan warga setempat. Misalnya, kasus penyanderaan terhadap karyawan PT Korindo oleh OPM (Organisasi Papua Merdeka) pada tahun 2001 sebagai bentuk tuntutan atas hak ulayat warga setempat yang belum dilunasi oleh pihak PT Korindo.
Daerah ini juga dikenal sebagai pusat operasi OPM. Mereka selalu berpindah-pindah tempat. Kadang ke PNG (Papua Niugini) dengan melewati Sungai Fly saat dikejar oleh aparat keamanan.
Di Tanah Merah terdapat bekas penjara mantan wakil Presiden RI, Mohammad Hatta (almarhum). Hatta dipenjarakan di daerah itu sekitar tahun 1920-an bersama dengan para tahanan politik lainnya.
Potensi hutan produktif di daerah ini menurut Atuk, sekitar 35 persen kondisinya masih utuh. Hingga kini, hanya PT Korindo yang memiliki sejumlah areal HPH di Distrik Asiki. Akan tetapi, sebagian besar wilayahnya belum digarap.
Pertambangan emas, batu bara, dan pasir kuarsa terdapat di sejumlah daerah. Tiga investor dari Australia sudah masuk melakukan survei atas masing-masing potensi, pasir kuarsa, emas, dan batu bara di daerah itu. Bulan Juli usaha itu mulai dilanjutkan dengan pembebasan tanah ulayat.
“Mereka tertarik karena pasir kuarsa (di daerah ini) sangat berkualitas dan berbeda dengan pasir kuarsa di Australia dan Selandia Baru. Pasir ini manfaatnya untuk bahan baku berbagai kebutuhan seperti kaca dan perabot rumah tangga lain,” kata Atuk.
Di daerah ini juga terdapat potensi ikan air tawar dan buaya Irian terutama di Sungai Boven Digoel. Sungai ini sampai sekarang masih menjadi sumber hidup masyarakat tradisional. Mereka mencari udang, ikan, dan memburu buaya Irian di tempat ini untuk kebutuhan sehari-hari. (kor)
Sumber: Bappenas