HARI masih pagi, sekitar pukul 7.30 ketika seorang dokter perempuan beserta beberapa tenaga medis memasukkan barang-barang dalam kardus ke perahu bermesin tempel yang sandar di sebuah “dermaga” di tepi Sungai Digoel, Papua.
Tepatnya pada Kamis, 7 Desember 2017 dokter Defiana beserta timnya yang tergabung dalam “Mobile Service” Klinik Asiki mendapatkan giliran untuk mengunjungi warga di pedalaman Papua, yakni perkampungan-perkampungan di sepanjang tepian Sungai Digoel, di Kabupaten Boven Digoel guna memberikan pelayanan kesehatan.
Setelah semua kardus yang berisi obat-obatan, vitamin, makanan tambahan bergizi serta brosur-brosur kesehatan terangkut semua dalam perahu bermesin tempel, maka rombongan pun berangkat menuju Kampung Obinangge dengan menempuh perjalanan melalui perairan sekitar 3,5 jam.
Sungai Digoel yang bermuara di Laut Arafura merupakan salah satu dari 5 sungai terpanjang di Indonesia dan memiliki panjang sungai kira-kira mencapai 546 km.
Luas sungai ini akan melebar jika musim hujan datang dan air sungainya akan menjadi keruh yang disebabkan tipe tanah yang berlumpur, sedangkan pada musim kemarau air sungainya jernih.
Banyak tumbuhan pakis dan tanaman-tanaman merambat lainnya yang tumbuh didekat sungai ini. Di dalam sungai terdapat hewan air tawar seperti buaya, kura-kura dan berbagai jenis ikan air tawar seperti ikan gurami, ikan mujair, ikan lele, ikan gabus dan kura-kura.
Sungai ini digunakan sebagai sarana transportasi yang menghubungkan satu daerah ke daerah yang lain. Digunakan sebagai sarana transportasi juga karena didekat sungai ini terdapat dua perusahaan yaitu perusahaan sawit dan perusahaan kayu.
Untuk mencapai Kabupaten Boven Digoel dari Jakarta, harus menempuh penerbangan sekitar 8 jam menuju Bandara Mopah Kota Merauke, kemudian dari kota di ujung paling timur Indonesia ini dilanjutkan dengan perjalanan darat sekitar 6 jam.
“Mobile Service” atau layanan kesehatan dengan mendatangi langsung warga masyarakat merupakan salah satu program yang dijalankan Klinik Asiki yang dikelola perusahaan sawit PT Korindo Grup, sebagai bagian dari program pertanggungjawaban sosial perusahaan atau “corporate social resposibility” (CSR.
Klinik Asiki yang terletak di Kota Asiki, Distrik Jair, Kabupaten Boven Digoel sengaja ingin mendekatkan diri kepada warga yang kurang mampu terutama di pedalaman ataupun daerah terluar dan perbatasan dengan negara tetangga yakni Papua Nugini.
Kepala Klinik Asiki dr Firman Jayawijaya (44), jika di kota-kota besar warga sangat mudah mengakses rumah sakit dan mendapatkan pelayanan kesehatan, sedangkan di wilayah pedalaman mereka sangat sulit untuk memperolehnya.
Sehingga tidak mengherankan jika di wilayah Papua, termasuk Boven Digoel tingkat kesehatan masyarakat masih rendah, hal itu ditandai dengan tingkat kematian ibu melahirkan yang tinggi, begitu juga angka kematian bayi yang baru lahir serta anak dibawah lima tahun (balita) tergolong tinggi.
Menurut dr Firman, di Papua masih banyak kasus serangan penyakit malaria, TBC serta HIV/Aids. Oleh karena itu, keberadaan Klinik Asiki yang baru saja diresmikan penggunaannya dan dilengkapi dengan peralatan kesehatan modern diharapkan mampu mendekatkan pelayanan kesehatan ke masyarakat.
Selain itu tentu saja keberadaan Klinik yang telah memperoleh penghargaan sebagai klinik terbaik dari BPJS tersebut juga mampu menurunkan angka kematian ibu melahirkan dan bayi baru lahir serta balita, menekan tingkat penderita malaria, HIV/Aids dan TBC.
Klinik Asiki memiliki 37 tenaga medis terdiri lima orang dokter, 12 orang perawat, dua orang bidan, perawat gigi 2 orang, apoteker 3 orang , serta akan mendatangkan dokter gigi, maupun dokter spesialis penyakit dalam.
Mulai dibangun pada September 2016, Klinik Asiki yang memiliki luas 1.720 meter persegi itu kemudian bisa dipergunakan sesuai fungsinya dan mulai menerima warga yang hendak memeriksakan diri dan berobat pada September 2017 sedangkan peresmian dilakukan 6 Desember 2017.
Karena keterbatasan tenaga yang ada, layanan kesehatan “mobile service” oleh Klinik Asiki dilakukan dua kali sebulan dengan dokter serta tenaga medis bergiliran sehingga mereka bisa merasakan melayani warga pedalaman.
Berbondong-bondong Ketika perahu yang membawa tim dokter dan kesehatan sampai di desa tujuan, nampak warga berbondong-bondong untuk mendatangi sebuah bangunan sederhana yang dijadikan lokasi pemeriksaan. Lelaki, perempuan, ibu-ibu hamil maupun anak-anak, remaja hingga orang-orang tua di kampung Obinangge sangat antusias untuk memeriksakan kesehatannya.
Penduduk mendatangi tim “mobile service” tersebut untuk memeriksakan, dari sakit ringan seperti meriang, batuk-batuk yang dialami anak-anak mereka hingga pemeriksaan kehamilan, penimbangan bayi dan balita serta konsultasi ataupun penyuluhan kesehatam.
Bagi dokter Defiani, wanita asli Manado tersebut melayani kesehatan warga yang tinggal di pedalaman bukan hal yang memberatkan dan menjadi beban, terlebih di era anak-anak muda yang lebih memilih kerja di perkotaan.
“Tantangan di sini adalah mengubah pola pikir warga terhadap kesehatan dan hidup sehat,” ujar yang masih berusia 28 tahun itu.
Pada saat sakit masih banyak warga yang hanya diobati ke tetua adat, kalau tidak sembuh baru ke dokter untuk berobat, selain itu ketika melahirkan dilakukan di hutan, padahal resikonya tinggi, merupakan pola pikir yang masih hidup di kalangan warga perkampungan.
Begitu juga bagi Asmarullah, Kepala Bidang Pelayanan Klinis, yang menjadi salah satu tim layanan kesehatan tersebut, merupakan kebahagiaan mampu mengabdikan dirinya untuk kemanusiaan.
Hanya saja kondisi alam yang kadang tidak bersahabat, seperti cuaca yang sangat ekstrem yakni dari yang semula panas menyengat tiba-tiba hujan deras, sedangkan mereka hanya menggunakan perahu tempel yang terbuka, menjadi tantangan yang harus ditaklukkan.
Selain itu, ujar lelaki 30 tahun asal Probolinggo Jawa Timur itu, seringkali mereka harus menembus malam hari hanya dengan menggunakan lampu senter menyusuri sungai Digoel.
Kemudahan memperoleh pelayanan kesehatan merupakan salah satu hak dasar yang harus diperoleh semua warga Indonesia, oleh karena itu layanan kesehatan “mobile service” Klinik Asiki yang langsung mendatangi masyarakat di wilayah \pedalaman merupakan hal yang patut dicontoh institusi lain.
Seperti yang diungkapkan Yosephin, salah seorang warga Obinangge yang mengikuti layanan kesehatan untuk memeriksakan anaknya itu berharap agar program tersebut ditingkatkan lagi sehingga lebih banyak anggota masyarakat yang bisa memperoleh pelayanan.
Setelah lebih dari 2 jam memberikan pelayanan kesehatan kepada warga di kampung Obinangge, dr Defiana bersama timnya bersiap-siap untuk kembali menyusuri sungai Digoel guna menuju ke kampung yang lain demi meningkatkan derajat kesehatan masyarakat terpencil.(ant/SP).